BAB
I
KONSEP
DASAR EKONOMI MONETER
1.1 Pengertian Ekonomi Moneter
Ekonomi
moneter merupakan bagian dari ilmu ekonomi yang mempelajari tentang sifat,
fungsi dan pengaruh uang terhadap kegiatan ekonomi. Secara umum kegiatan
ekonomi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang mempengaruhi tingkat
pengangguran produksi, harga dan hubungan perdagangan/pembayaran internasional.
Ekonomi Moneter merupakan salah satu
instrumen penting dalam perekonomian modern, dalam perekonomian modern terdapat
dua kebijakan perekonomian yang dijadikan instrumen oleh pemerintah dalam
menstabilkan perekonomian suatu negara, yang pertama adalah kebijakan Fiskal,
yaitu kebijakan yang diambil pemerintah untuk membelanjakan pendapatannya dalam
merealisasi tujuan-tujuan ekonomi. Yang kedua adalah kebijakan moneter.
Kebijakan moneter adalah langkah pemerintah untuk mengatur penawaran uang dan
tingkat bunga.
1.2 Tujuan Ekonomi Moneter
Adapun tujuan ekonomi moneter adalah
untuk mencapai stablisasi ekonomi yang dapat diukur dengan :
·
Kesempatankerja
Dengan adanya
kesempatan kerja atau lowongan pekerjaan maka makin besar dalam meningkatkan
produksi, selain dapat meningkatkan produksi maka dapat juga membantu
masyarakat yang menjadi pengangguran.
·
Kestabilan harga
Harga yang makin
kian tinggi membuat masyarakat menjadi resah, tiap tahunnya harga barang
bukannya menjadi turun tetapi semakin naik, untuk mencegah harga yang semakin
naik maka pemerintah menstabilkan harga sehingga harga tidak mengalami
kenaikkan setiap tahunnya.
·
Neraca pembayaran internasional
Neraca pembayaran
internasional yang seimbang menunjukkan stabilisasi ekonomi di suatu Negara.
Agar neraca pembayaran internasional seimbang, maka pemerintah sering melakukan
kebijakan-kebijakan moneter.
1.3 Konsep Dasar Ekonomi Moneter
Konsep dasar ekonomi moneter
terbagi menjadi 2 golongan, yaitu Konsep Ekonomi Moneter Konvensial dan Konsep
Ekonomi Moneter Syariah.
a.
Konsep
Ekonomi Moneter Konvensional
Ekonomi Moneter
merupakan suatu cabang ilmu ekonomi yang membahas tentang peranan uang dalam
mempengaruhi tingkat harga-harga dan tingkat kegiatan ekonomi dalam suatu
negara. Dalam pandangan ekonomi konvensional maka tujuan memegang uang terdiri
dari tiga keinginan, yaitu :
·
Tujuan transaksi
Dalam rangka membayar
pembelian-pembelian yang akan mereka lakukan.
·
Tujuan Berjaga-jaga
Sebagai alat untuk
menghadapi kesusahan yang mungkin timbul di masa yang akan datang.
·
Tujuan Spekulasi
Dalam
masyarakat yang menganunt sistem ekonomi konvensional ini, maka fungsi uang
yang tak kalah pentingnya adalah untuk spekulasi, dimana pelaku ekonomi dengan
cermat mengamati tingkat bunga yang berlaku saat itu, jika menguntungkan bila
dibandingkan investasi, maka masyarakat cendrung mendepositokan saja uang,
dengan harapan mendapat imbalan bunga.Selanjutnya terkait dengan konsep
ekonomi Moneter Konvensional maka tidak bisa dipisahkan dengan Kebijakan
Moneter.
b. Konsep Ekonomi Moneter Syariah
Sejak zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, kebijakan
moneter dilaksanakan tanpa mengunakan instrumen bunga sama sekali. Perekonomian
Jazirah Arabia ketika itu adalah perekonomian dagang, bukan ekonomi yang
berbasis sumber daya alam; Minyak bumi belum ditemukan dan sumber daya alam
lainnya terbatas.
Perekonomian Arab di zaman Rasulullah SAW, bukanlah ekonomi terbelakang
yang hanya mengenal barter, bahkan jauh dari gambaran seperti itu. Valuta asing
dari Persia dan Romawi dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat Arab. Dinar dan
Dirham juga dijadikan alat pembayaran resmi. Sistem devisa bebas diterapkan,
tidak ada halangan sedikit pun untuk mengimpor dinar dan dirham.
Transaksi tidak tunai
diterima luas dikalangan pedagang. Cek dan promissory notes lazim digunakan.
Misalnya Umar Ibnu-Khaththab ra. Beliau menggunakan instrumen ini untuk
mempercepat distribusi barang-barang yang baru diimpor dari Mesir ke Madinah.
1.4 Contoh Kasus
Sebagaimana diketahui bahwa negara Indonesia sedang dilanda
krisis ekonomi yang berlangsung sejak beberapa tahun yang lalu. Tingginya
tingkat krisis yang dialami negri kita ini diindikasikan dengan laju inflasi
yang cukup tinggi. Sebagai dampak atas inflasi, terjadi penurunan tabungan,
berkurangnya investasi, semakin banyak modal yang dilarikan ke luar negeri,
serta terhambatnya pertumbuhan ekonomi.
Bank Cental juga menghadapi masalah bagaimana mengamankan
uang masyarakat di bank-bank Indonesia agar masyarakat tidak menarik uangnya dari bank yang akan mengakibatkan ekses negatif ke
sektor moneter Indonesia. Bank Indonesia melihat bahwa kondisi inflasi
inti yang saat ini sedang naik akan mengakibatkan return terhadap tabungan akan
berkurang sehingga untuk mencegah masyarakat merasa uang mereka di bank tidak
aman, dan lebih baik disimpan dgn cash di bawah kasur, maka BI menaikkan SBI
nya. Sehingga masyarakat jg merasa aman utk menyimpan uang di Bank. Tetapi
akibatnya masyarakat juga semakin malas untuk berinvestasi karena biaya
investasi akan semakin mahal karena bunga pinjaman juga otomatis naik karena
SBI naik.
BAB II
PERAN LEMBAGA KEUANGAN BANK DAN NON BANK
2.1 Pengertian Lembaga Keuangan
Lembaga keuangan (financial
institution) dapat didefinisikan sebagai suatu badan usaha yang aset utamanya
berbentuk aset keuangan (financial assets) maupun tagihan-tagihan (claims) yang
dapat berupa saham (stocks), obligasi (bonds) dan pinjaman (loans), daripada
berupa aktiva riil misalnya bangunan, perlengkapan (equipment) dan bahan baku. Secara umum, Lembaga Keuangan
sangat diperlukan dalam perekonomian modern karena fungsinya sebagai mediator
antara kelompok masyarakat yang kelebihan dana dan kelompok masyarakat yang
memerlukan dana.
2.2
Lembaga Keuangan Bank dan Non Bank
Lembaga keuangan di Indonesia terbagi menjadi dua, yaitu
lembaga keuangan bank dan non bank. Bank
adalah
sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk
menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang
dikenal sebagai banknote. Kata bank berasal dari bahasa Italia banca berarti
tempat penukaran uang. Sedangkan menurut Undang-Undang No.10 tahun 1998 bank adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Lembaga
keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan yang memberikan jasa-jasa keuangan
dan menarik dana dari masyarakat secara tidak langsung (non depository).
Lembaga keuangan bukan bank terdiri dari beberapa jenis, yaitu lembaga
pembiayaan yang terdiri dari leasing, factoring, pembiayaan konsumen dan kartu
kredit, perusahaan perasuransian yang diantaranya asuransi keuangan dan
asuransi jiwa serta reasuransi, dana pensiun yang terdiri dari dana pensiun
pemberi kredit dan dana pensiun lembaga keuangan, dana perusahaan efek,
reksadana, perusahaan penjamin, perusahaan modal ventura dan pegadaian.
Lembaga
keuangan bank dan non bank memiliki kegatan yang berbeda. Dalam perbankan, bank
secara langsung menghimpun dana masyarakat berupa simpanan dana (tabungan,
giro, deposito). Bank juga menyalurkan dana kepada individu atau badan usaha
untuk tujuan investasi, konsumsi atau modal kerja.
Sedangkan lembaga keuangan non bank secara tidak langsung
menghimpun dana dari masyarakat. Lembaga non bank juga menyalurkan dana kepada
individu atau badan usaha yang diutamakan untuk investasi.
2.3 Peran Lembaga
Keuangan Bank dan Non Bank
Lembaga keuangan sebagai badan yang
melakukan kegiatan-kegiatan di bidang keuangan mempunyai peranan sehagai
berikut:
1. Pengalihan Aset (Asset Transfer)
Lembaga keuangan memiliki aset dalam
bentuk “janji—janji untuk membayar” atau dapat diartikan sebagai pinjaman
kepada pihak lain dengan jangka waktu yang diatur sesuai dengan kebutuhan
peminjam. Dana pembiayaan asset tersebut diperoleh dari tabungan masyarakat.
Dengan demikian lembaga keuangan sebenarnya hanyalah mengalihkan atau
memindahkan kewaiban peminjam menjadi suatu aset dengan suatu jangka waktu
jatuh tempo sesuai keinginan penabung. Proses pengalihan kewajiban menjadi
suatu aset disebut transmutasi kekayaan atau asset transimutation.
2. Likuiditas (liquidity)
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan
untuk memperoleh uang tunai pada saat dibutuhkan. Beberapa sekuritas sekunder
dibeli sektor usaha dan rumah tangga terutama dimaksudkan untuk tujuan
likuiditas. Sekuritas sekunder seperti tabungan, deposito, sertifikat deposito
yang diterbitkan bank umum memberikan tingkat keamanan dan likuiditas yang
tinggi, di samping tambahan pendapatan.
3. Realokasi Pendapatan (income
reallocation)
Dalam kenyataannya di masyarakat
banyak individu memiliki penghasilan yang memadai dan menyadari bahwa di masa
datang mereka akan pensiun sehingga pendapatannya jelas akan berkurang. Untuk
menghadapi masa yang akan datang tersebut mereka menyisihkan atau merealokasikan
pendapatannya untuk persiapan di masa yang akan datang. Untuk melakukan hal
tersebut pada prinsipnya mereka dapat saja membeli atau menyimpan barang
misalnya : tanah, rumah dan sebagainya, namun pemilikan sekuritas sekunder yang
dikeluarkan lembaga keuangan, misalnya program tahungan, deposito, program
pensiun, polis asuransi atau saham-saham adalah jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan alteniatif pertama.
4. Transaksi (transaction)
Sekuritas sekunder yang diterbitkan
oleh lembaga intermediasi keuangan misalnya rekening giro, tabungan, deposito
dan sebagainya, merupakan bagian dari sistem pembayaran. Produk-produk tabungan
tersebut dibeli oleh rumah tangga dan unit usaha untuk mempermudah mereka
melakukan penukaran barang dan jasa. Dalam hal tertentu, unit ekonomi membeli
sekuritas sekunder (misalnya giro) untuk mempermudah penyelesaian transaksi
keuangannya sehari-hari.
2.4 Contoh Kasus
Permasalahan Bank
century ini adalah salah satu contoh riil dari kurang sehatnya pengelolaan bank
dimana bank century ini tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai lembaga keungan
yang seharusnya berfungsi dan berperan sebagai lembaga yang menampung dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kepada para kreditor untuk meningkatkan
perekonomian negara
Masalah utama dari
gagalnya Bank Century sebenarnya adalah Bank Century yang mempunyai aset
berupa surat berharga sekitar US$ 200 – 210 juta. Surat berharga ini pada
mulanya berupa surat Efek Utang Republik Indonesia (ROI Loans) dan surat
berharga lain. Pada awalnya Indonesia mempunyai utang pinjaman multi nasional
yang waktu itu dipecah-pecah dan pada Tahun 2005 mereka masihmemegang utang
tersebut..
Kemudian dijual, tapi
kemudian diganti dengan surat-surat berharga non-grade (peringkat rendah).
Akhirnya pada 2006, Bank Century membuat perjanjian Asset Management Agreement
dengan Telltop Holdings Ltd., Singapura (mewakili pemegang saham) untuk
penyelesaian dan penjaminan surat berharga senilai US$ 203 juta. Dalam
perjanjian tersebut Telltop Holding menempatkan jaminan senilai US$ 220 juta di
Dresdner Bank.
Dari jumlah tersebut,
pemegang saham berjanji akan membayar secara bertahap. Pada 2006 dan 2007
lancar. Tapi yang jatuh tempo 2008 mereka belum dibayar. Inilah awal mula
kesulitan yang dialami Bank Century. Kalau seandainya dana itu dibayar,
mestinya bank itu tidak akan mengalami kesulitan dan gangguan pada permodalan.
Sekitar US$ 56 juta.
Kemudian pinjaman bank-bank lain ke Bank Century tidak jalan. Sebenarnya
problem muncul di bank ini mulai akhir Oktober sampai 3 November 2008.
Pada waktu itu juga terjadi penarikan dana dari nasabah-nasabah besar,
sehingga Century mengalami kesulitan dan tidak bisa mengikuti kliring. Ini
terjadi karena prefund (dana jaminan yang harus disetor Bank Century ke BI
untuk ikut kliring) pada waktu itu telat masuk.
Kasus Century ini tidak
dapat di biarkan saja namun sesuai dengan fungsinya Bank Indonesia wajib turun
langsung untuk menyelesaikan kasus yang terjadi pada Bank Century ini.
BAB III
UANG DAN STANDAR MONETER
3.1 Pengertian Uang
Uang dalam ilmu ekonomi tradisional
didefinisikan sebagai setiap alat tukar yang dapat diterima secara umum. Alat
tukar itu dapat berupa benda apapun yang dapat diterima oleh setiap orang di masyarakat dalam proses pertukaran
barang dan jasa.
Dalam
ilmu ekonomi modern, uang didefinisikan sebagai sesuatu yang tersedia dan
secara umum diterima sebagai alat pembayaran bagi pembelian barang-barang dan
jasa-jasa serta kekayaan berharga lainnya serta untuk pembayaran utang. Beberapa ahli juga menyebutkan fungsi uang
sebagai alat penunda pembayaran.
Keberadaan
uang menyediakan alternatif transaksi yang lebih mudah daripada barter yang lebih kompleks,
tidak efisien, dan kurang cocok digunakan dalam sistem ekonomi modern karena
membutuhkan orang yang memiliki keinginan yang sama untuk melakukan pertukaran
dan juga kesulitan dalam penentuan nilai. Efisiensi yang didapatkan dengan
menggunakan uang pada akhirnya akan mendorong perdagangan dan pembagian tenaga
kerja yang kemudian akan meningkatkan produktifitas dan kemakmuran.
Pada awalnya di Indonesia, uang —dalam hal ini uang kartal— diterbitkan oleh
pemerintah Republik Indonesia. Namun sejak dikeluarkannya UU No. 13 tahun
1968 pasal 26 ayat 1, hak pemerintah untuk mencetak uang dicabut. Pemerintah
kemudian menetapkan Bank Sentral, Bank Indonesia, sebagai satu-satunya
lembaga yang berhak menciptakan uang kartal. Hak untuk menciptakan uang itu
disebut dengan hak oktroi.
3.2 Fungsi Uang
Secara umum, uang memiliki fungsi sebagai
perantara untuk pertukaran barang dengan barang, juga untuk menghindarkan
perdagangan dengan cara barter. Secara lebih rinci, fungsi uang dibedalan
menjadi dua: fungsi asli dan fungsi turunan.
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.
Fungsi asli uang ada tiga, yaitu sebagai alat tukar, sebagai satuan hitung, dan sebagai penyimpan nilai.
Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium
of exchange yang dapat mempermudah pertukaran. Orang yang akan melakukan
pertukaran tidak perlu menukarkan dengan barang, tetapi cukup menggunakan uang
sebagai alat tukar. Kesulitan-kesulitan pertukaran dengan cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.
Uang juga berfungsi sebagai satuan hitung (unit
of account) karena uang dapat digunakan untuk menunjukan nilai berbagai macam barang/jasa yang
diperjualbelikan, menunjukkan besarnya kekayaan, dan menghitung besar kecilnya pinjaman. Uang juga dipakai
untuk menentukan harga barang/jasa (alat penunjuk harga). Sebagai alat satuan
hitung, uang berperan untuk memperlancar pertukaran.
Selain itu, uang berfungsi sebagai alat
penyimpan nilai (valuta) karena dapat digunakan untuk mengalihkan daya
beli dari masa
sekarang ke masa mendatang. Ketika seorang penjual saat ini menerima sejumlah
uang sebagai pembayaran atas barang dan jasa yang dijualnya, maka ia dapat
menyimpan uang tersebut untuk digunakan membeli barang dan jasa di masa
mendatang.
Selain ketiga hal di
atas, uang juga memiliki fungsi lain yang disebut sebagai fungsi turunan.
Fungsi turunan itu antara lain uang sebagai alat pembayaran, sebagai alat
pembayaran utang, sebagai alat penimbun atau pemindah kekayaan (modal), dan
alat untuk meningkatkan status
sosial.
3.3 Standar Moneter
Standar moneter diartikan sebagai system moneter yang
didasarkan atas standar nilai uang, termasuk didalamnya peraturan tentang
ciri-ciri/sifat-sifat dari uang, pengaturan tentang jumlah uang yang beredar
(baik logam ataupun kertas), ekspor-impor logam-logam mulia serta fasilitas
bank dalam hubungannya dengan ekspansi demand deposit.
Standar Moneter pada hakekatnya bisa
dikategorikan menjadi 2 golongan yaitu :
1. Standar barang (Commodity standard)
Sistem moneter di mana nilai uang
dijamin atau didasarkan pada seberat tertentu barang. Contoh : emas dan perak.
Diartikan sebagai system moneter dimana nilai/tenaga beli uang dijamin sama
dengan seberat tertentu barang (emas, perak, dan seterusnya). Setiap nilai uang
yang beredar dijamin dengan seberat tertentu barang yang ditentukan oleh
Pemerintah.
2. Standar Kepercayaan (Fiat Standard)
Sistem moneter dimana nilai uangnya
tidak dijamin dengan seberat tertentu barang (logam). Diartikan sebagai system
moneter nilai/tenaga beli uang tidak dijamin dengan seberat tertentu barang
(logam). Hanya atas dasar kepercayaan masyarakat mau menerima uang tersebut
sebagai alat pembayaran yang sah serta sebagai alat penukar dan sebagainya.
3.4 Contoh Kasus
Krisis keuangan Asia pada akhir 1990-an melahirkan banyak
mata uang bermasalah. Rupiah Indonesia merupakan salah satu uang yang masuk ke
dalam lingkaran tersebut. Pada 14 Agustus 1997, setelah mata uang baht dari
Thailand mengalami kehancuran, nilai rupiah turun drastis. Hal tersebut membuat
Indonesia bergantung pada dana pinjaman Internasional Monetary Fund (IMF).
Berbeda dengan prediksi IMF, nilai rupiah tidak membaik.
Nilainya justru melemah parah dari 2.700 per dolar Amerika Serikat (AS) menjadi
16.000 pada waktu itu. Indonesia pun terjebak dalam pusaran krisis Asia saat
itu.
Pada
akhir Januari 1998, Presiden Soeharto menyadari bantuan IMF yang tak berguna
dan menggunakan rencana kedua. Dalam agenda perubahan penanganan krisis
tersebut, rupiah menguat 28% terahadap dolar AS.
Kasus yang terjadi di Indonesia terhitung unik, rupiah
diperdagangkan bebas di pasar bursa asing dengan tingkat nilai tukar yang
menguat. Terlebih maasalah nilai tukar mata uang yang muncul di bawah sistem
moneter yang membatasi konvertibilitas mata uangnya.
Lingkungan ekonomi ini memberikan peluang bagi pasar gelap
untuk menukar mata uang asing, dimana mata uang dalam negeri yang
diperdagangkan bebas akan menentukan nilai tukarnya.
Ditambah lagi, pemerintah Soeharto yang terus
mempublikasikan data ekonomi setelah rupiah mengalami pelemahan akibat inflasi.
Di kebanyakan negara dengan mata uang yang melemah, kasus serupa tak terjadi.
Memang benar, sejumlah rezim di berbagai negara yang menderita inflasi terkenal
menyembunyikan fakta terkait inflasi yang dialaminya. Seringkali pemerintah
membuat data inflasi sendiri guna menyembunyikan masalah ekonomi yang
dialaminya.
4 komentar:
https://awitromandi.blogspot.co.id/2016/11/materi-ekonomi-moneter-bab-ii-teori.html
https://awitromandi.blogspot.co.id/2016/11/materi-ekonomi-moneter-bab-ii-teori.html
Terimakasih sudah share izin mampir ke AnakSosial.com
Posting Komentar