BAB
IV
PENGEOLAAN
BANK UMUM KONVENSIONAL
4.1 Pengertian Bank Umum
Dalam
bukunya Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Hermansyah mengemukakan pengertian
lembaga keuangan yang bernama Bank. Beliau mengemukakan Bank adalah lembaga
keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan, badan-badan usaha
swasta, badan usaha milik negara, bahkan lembaga-lembaga pemerintahan menyimpan
dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai
jasa yang diberikan, bank melaayani kebutuhan pembiayaan serta mekanisme sistem
pembayaran bagi semua sektor perekonomian. Selain itu Kamus Besar Bahasa
Indonesia juga mengemukakn pengertian Bank. Dikutip oleh Hermansyah, bank
adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang di
masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa di lalu lintas pembayaran dan
peredaran uang.
Berdasarkan
dari dua pengertian di atas dapat dikatakan bahwa pada dasarnya
bank adalah bada usaha yang mejalankan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dan menyalurkan kembali kepada pihak-pihak yang membutuhkan dalam betuk
kredit da memberikan jasa dalam lalui lintas pembayaran.
Bank konvensional merupakan bank yang
paling banyak beredar di Indonesia. Bank umum mempunyai kegiatan pemberian jasa
yang paling lengkap dan dapat beroperasi diseluruh wilayah Indonesia.
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia,
Konvensional berarti “menurut apa yang sudah menjadi kebiasaan”. Dimana dapat kita ambil kesimpulan
bahwa bank konvensional adalah yang operasionalnya menerapkan metode bunga,
karena metode bunga sudah ada terlebih dahulu yang menjadi kebiasaan.
Dalam praktiknya ragam produk
tergantung dari status bank yang bersangkutan. Menurut status bank konvensional
dibagi kedalam dua jenis yaitu bank umum devisa dan bank umum non devisa.
Produk – Produk Bank Konvensional
Dalam praktiknya ragam produk
tergantung dari status bank yang bersangkutan yang memberikan pelayanan yang
berbeda. Kegiatan bank konvensional secara lengkap meliputi kegiatan sebagai
berikut :
- Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
- Memberikan kredit
- Menerbitkan surat pengakuan utang.
- Membeli, menjual, atau menjamin atas risiko sendiri maupun untuk kepentingan dan atas perintah nasabahnya:
-
Surat-surat
wesel termasuk wesel yang diakseptasi oleh bank yang masa berlakunya tidak
lebih lama daripada kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
-
Surat
pengakuan utang dan kertas dagang lainnya yang masa berlakunya tidak lebih lama
dari kebiasaan dalam perdagangan surat-surat dimaksud.
-
Kertas
perbendaharaan negara dan surat jaminan pemerintah.
-
Sertifikat
Bank Indonesia (SBI).
-
Obligasi.
-
Surat
dagang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun.
-
Instrumen
surat berharga lain yang berjangka waktu sampai dengan satu (1) tahun
5. Memindahkan
uang baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah
6. Menempatkan
dana pada, meminjam dana dari, atau meminjamkan dana kepada bank lain, baik
dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek
atau sarana lainnya
7. Menerima
pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
antar pihak ketiga
8. Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
9. Melakukan
kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontak
10. Melakukan
penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga
yang tidak tercatat di bursa efek.
11. Melakukan
kegiatan anjak piutang, usaha kartu kredit dan kegiatan wali amanah
12. Menyediakan
pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
13. Melakukan
kegiatan lain yang lazim dilakukan oleh bank sepanjang tidak bertentangan
dengan undang-undang ini dan peraturan perundang-undangan yang berlaku
14. Melakukan kegiatan dalam valuta
asing dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
15. Melakukan kegiatan penyertaan
modal pada bank atau perusahaan di bidang keuangan, seperti sewa guna
usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring
penyelesaian dan penyimpanan, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan
oleh Bank Indonesia.
16. Melakukan kegiatan penyertaan
modal sementara untuk mengatasi akibat kegagalan kredit atau kegagalan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik
kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia, dan
17. Bertindak sebagai pendiri dana
pensiun dan pengurus pensiun sesuai dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.
Dalam bank konvensional,
investasi dilakukan tidak memperhatikan halal atau haram. Bank konvensional
juga menetapkan dalam beberapa produk yang mereka tawarakan. Hubungan dengan nasabah
dalam bentuk debitor dan kreditor. Selain itu dalam bank konvensional tidak
terdapat dewan sejenis.
4.2 Keunggulan dan Kelemahan Bank Konvensional
4.2.1 Keunggulan Bank Konvensional
Keunggulan Bank konvensional adalah
sebagai berikut :
1. Dukungan
peraturan perundang – undangan yang mapan sehingga bank dapat bergerak lebih
pasti.
2. Banyaknya bank
konvensional menggairahkan persaingan.
3. Nasabah telah
terbiasa dengan sistem bunga tidak dengan metode bagi hasil yang relatif baru.
4. Bank
konvensional lebih kreatif membuat produk – produk baru.
5. Metoe bunga
telah lama dikenal masyarakat.
4.2.2 Kelemahan Bank Konvensional
Bank konvensional memiliki beberapa
kelemahan diantaranya sebagai berikut :
1. Adanya praktek
sfekulasi tanpa perhitungan.
2. Kredit
bermasalah.
3. Praktik curang.
4. Faktor manajemen
4.2 Sistem Suku Bunga
Bank
konvensional menggunakan suku bunga dalam pembagian hasil antara pihak bank dan
nasabah. Suku bunga ditentukan pada saat perjanjian dibuat dengan pedoman harus
menguntungkan pihak bank. Jumlah pembayaran bunga tetap atau tidak bergantung
pada kinerja usaha. Pembayaran bunga tetap dilakukan sesuai perjanjian tanpa
mempertimbangkan untung atau rugi usaha nasabah.
BAB
V
PENGELOLAAN
BANK UMUM SYARIAH
5.1
Pengertian Bank Syariah
Perbankan syariah atau Perbankan
Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan
sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun
meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk
usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal
ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Bank syariah beroperasi tidak dengan
menerapkan metode bunga, melainkan dengan metode bagi hasil dan penentuan biaya
yang sesuai dengan syariah islam.
Pengembangan sistem
perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system
atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia
(API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada
masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan
perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat
secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor
perekonomian nasional.
Dengan telah
diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang
terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah
nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang
impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun
dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah
dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah
dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan
perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002
telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”.
Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif,
antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta
perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di
dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang
mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat
lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem
Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan
lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial
Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan
kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi
perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan
syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya,
seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan
Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya
pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung
pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat
nasional.
“Cetak
Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran
pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan
prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam
kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu pencapaian pangsa pasar perbankan syariah
yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas
keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya
integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih
diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar.
Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain
domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf
internasional.
Pada akhirnya, sistem
perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan
syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat
Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan
bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara
bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa
Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana
bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka
upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan
diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas
berbagai permasalahan negeri.
5.3 Tujuan Bank Syariah
Perbankann Syariah sebagaimana diulas
dalam pasal 3 UU Perbankan syariah bertujuan “menunjang pelaksanaan pembangunnan
nsional dalam rangka meningkatkan keadilan, kebersamaan dan peerataan keadilan
rakyat. Dalam mencapai tujuan menunjang pelaksanaan pebangunan nasional,
perbankan syariah tetap berpegang pada prinsip syariah secara menyeluruh (kaffah)
dan konsisten (istiqomah) .
Dikutip oleh Zubairi Hasan, tertera
dalam Pasal 22 UU Perbankn Syariah, bahwa kegiatan yang sesuai degan prisip
syariah adalah kegatan yag tidak mengandung unsur:
- Riba, penambahan pendapatan secara tidak sah. Dikutip oleh Hendi Suhenndi dalam bukunya Fiqh Muamalah, menurut Abdurrahman Al-Jaziri yang dimaksud dengan riba ialah akad yang terjadi penikaran tertentu, tidak diketahui samaatau tidak menurut syara atau terlambat salah satunya.
- Maisir, transaksi yang digantungkan pada ketiidakjelasan atau untung-untungan
- Gharar, trasaksi yang objeknya tidak jelas
- Haram, transaksi yang objeknya dilarang syariah
- Zalim, transaksi yang meimbulkan ketidakadilan
5.3 Landasan Hukum
1. Urgensi Undang
Undang Perbankan Syariah
2. Hierarki Hukum
Nasional
3. Perbankan
Syariah dalam UUD
4. Perbankan
Syariah dalamm UU
5. Perbankan
Syariah dalam Peraturan Pemerintah
6. Perbankan
Syariah dalam Peraturan Bank Indonesia
7. Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI)
5.4 Produk-produk Bank Syariah
Perkembangan produk – produk bank
dilihat dari beragamnya produk bank syariah, sebenarnya jika bank syariah
dibbaskan untuk mengembangkan sendiri produknya menurut teori perbankan islam,
produknya akan sangat bervariasi
1. Penyerapan Dana
a.
Prinsip Wadi’ah
b.
Prinsip Mudhorobah
2. Pelayanan Jasa – Jasa
a.
Bank garansi dengan prinsip kafalah
3. Penyaluran dana
a.
Pembiayaan untuk berbagai kegiatan
investasi berdasarkan bagi hasil.
b. Pembiayaan
untuk berbagai kegiatan perdagangan.
5.5 Sistem Bagi Hasil
Pengeolalan
bank syariah tidak mengenal suku bunga seperti halnya bank konvensional. Bank syariah
menggunakan sistem bagi hasil. Penentuan besarnya resiko bagi
hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung dan rugi.
Besarnya nisbah (rasio) bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang
diperoleh. Jumlah bagi hasil tergantung pada kinerja usaha dan
disesuaikan dengan tingkat pendapatan. Bagi hasil tergantung kepada keuntungan
proyek yang dijalankan. Jika proyek itu tidak mendapatkan keuntungan maka
kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
BAB VI
PENGELOLAAN
ASURANSI DAN DANA PENSIUN
6.1
Pengertian Asuransi
Asuransi adalah istilah
yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis dimana
perlindungan finansial (atau ganti rugi secara finansial) untuk jiwa, properti,
kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan penggantian dari kejadian-kejadian
yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan,
kerusakan atau sakit, dimana melibatkan pembayaran premi secara teratur dalam
jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin perlindungan tersebut.
Menurut Ketentuan Pasal
246 KUHD, Asuransi atau Pertanggungan adalah Perjanjian dengan mana penanggung
mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi untuk memberikan
penggantian kepadanya karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan
yang diharapkan yang mungkin dideritanya akibat dari suatu evenemen
(peristiwa tidak pasti).
Menurut Ketentuan
Undang–undang No.2 tahun 1992 tertanggal 11 Pebruari 1992 tentang Usaha
Perasuransian (“UU Asuransi”), Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian
antara dua pihak atau lebih dengan mana pihak penanggung mengikatkan diri
kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian
kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya
seseorang yang dipertanggungkan.
Berdasarkan definisi
tersebut di atas maka asuransi merupakan suatu bentuk perjanjian dimana harus
dipenuhi syarat sebagaimana dalam Pasal 1320 KUH Perdata, namun dengan
karakteristik bahwa asuransi adalah persetujuan yang bersifat untung-untungan
sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1774 KUH Perdata.
6.2 Fungsi dan Tujuan Asuransi
6.2.1 Fungsi Asuransi
a.
Pengalihan Resiko
Sebagai sarana atau mekanisme pengalihan
kemungkinan resiko / kerugian (chance of loss) dari tertanggung sebagai
”Original Risk Bearer” kepada satu atau beberapa penanggung (a risk transfer
mechanism). Sehingga ketidakpastian (uncertainty) yang berupa kemungkinan
terjadinya kerugian sebagai akibat suatu peristiwa tidak terduga, akan berubah
menjadi proteksi asuransi yang pasti (certainty) merubah kerugian menjadi ganti
rugi atau santunan klaim dengan syarat pembayaran premi.
b.
Penghimpun Dana
Sebagai penghimpun dana dari masyarakat
(pemegang polis) yang akan dibayarkan kepada mereka yang mengalami musibah,
dana yang dihimpun tersebut berupa premi atau biaya ber- asuransi yang dibayar
oleh tertanggung kepada penanggung, dikelola sedemikian rupa sehingga dana
tersebut berkemang, yang kelak akan akan dipergunakan untuk membayar kerugian
yang mungkin akan diderita salah seorang tertanggung.
c. Premi Seimbang
Untuk mengatur
sedemikian rupa sehingga pembayaran premi yang dilakukan oleh masing – masing tertanggung
adalah seimbang dan wajar dibandingkan dengan resiko yang dialihkannya kepada
penanggung (equitable premium). Dan besar kecilnya premi yang harus dibayarkan
tertanggung dihitung berdasarkan suatu tarip premi (rate of premium) dikalikan
dengan Nilai Pertanggungan.
6.2.2
Tujuan Asuransi
Adapun tujuan
asuransi adalah sebagai berikut :
·
Memberikan
jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak.
·
Meningkatkan
efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan
untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya
·
Pemerataan
biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya
tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian
yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti
·
Dasar
bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan
perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang.
·
Sebagai
tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan
dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa.
6.3 Pengertian Dana Pensiun
Dana Pensiun adalah badan
hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Yang dimaksud dengan
manfaat pensiun disini adalah
pembayaran berkala yang dibayarkan kepada
pekerja penerima pensiun pada saat usia pensiun dan dengan cara yang ditetapkan dalam peraturan Dana Pensiun.
6.4
Jenis-Jenis Dana Pensiun
Sejak
diberlakukan Undang-undang No. 11 Tahun 1992, di Indonesia hanya ada dua
lembaga yang dapat menyelenggarakan program dana pensiun, yaitu :
1. Dana Pensiun
Lembaga Keuangan (DPLK)
DPLK merupakan sebuah badan yang bisa
didirikan oleh dua lembaga yaitu Bank Umum dan Perusahan Asuransi Jiwa. DPLK
memiliki fungsi yang lebih luas dibanding dengan DPPK, di mana seluruh
masyakarat, baik perorangan maupun kelompok dapat menjadi peserta dana pensiun.
Berdasarkan Undang-undang No. 11 Tahun 1992, terdapat tiga unsur yang terlibat
dalam program pensiun melalui DPLK. Pertama, peserta, yang menyetorkan iuran
dan menikmati pensiun. Kedua, DPLK, yang menyelenggarakan program pensiun.
Ketiga, Perusahaan Asuransi Jiwa, yang menyediakan fasilitas anuitas sebagai
manfaat pensiun yang diberikan secara berkala kepada peserta.
2. Dana Pensiun
Pemberi Kerja (DPPK).
DPPK adalah
sebuah lembaga yang dibuat oleh sebuah perusahaan guna mengelola dana pensiun
para pekerjanya. Oleh karena itu peserta DPPK hanya terbatas pada mereka yang
terikat hubungan kerja dengan perusahaan yang membuat DPPK atau biasa disebut
tertutup. Pengurus dari DPPK bukan pendiri melainkan orang atau badan yang
ditunjuk dan mendapatkan pengesahan Menteri untuk menjalankan dana mengelola
dana pensiun.
6.4
Bentuk Program Dana Pensiun
Berdasarkan Undang-undang No.11 Tahun 1992 penyelenggaraan
dan bentuk program dana pensiun dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:
Program Pensiun Manfaat Pasti (Defined Benefit), yang dilakukan oleh Dana
Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan Program Pensiun Iuran Pasti (Defined
Contribution) yang dilakukan oleh DPLK dan DPPK.
Sedangkan iuran dana pensiun dapat dilakukan oleh Anda
sendiri (individu) dan hanya dapat dilakukan di DPLK. Sedangkan iuran yang
dilakukan oleh pemberi kerja dan peserta maupun hanya pemberi kerja saja yang
mengeluarkan iuran dapat dilakukan di DPPK maupun DPLK.
Secara prinsip terdapat perbedaan antara Program
Pensiun Manfaat pasti dan Program Pensiun Iuran Pasti. Perbedaan tersebut
adalah:
1. Program Pensiun
Manfaat Pasti (Defined Benefit)
-
Manfaat Pensiun ditentukan lebih dahulu, baru kemudian diperhitungkan besar
iurannya.
-
Mengenal Past Service Liabilities (PSL)
-
Ada perhitungan aktuaria.
2. Program Pensiun Iuran
Pasti (Defined Contribution)
-
Iuran ditentukan lebih dahulu baru dihitung manfaatnya.
-
Pada saat pensiun atau diakhir program, dana yang terkumpul akan dibelikan
anuitas seumur hidup ke Perusahaan Asuransi Jiwa.
0 komentar:
Posting Komentar