Senin, 11 April 2016

Kemana Perginya si BOS ?


Amanah mencerdaskan kehidupan bangsa jelas secara eksplisit tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Rentetan kalimat pada alenia ke 4 pembukaan UUD 1945 itu menegaskan bahwa "mencerdaskan kehidupan bangsa" adalah fungsi dari dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia, artinya jika pemerintah tidak mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, atau hanya melakukan sebagaian upaya mencerdaskan bangsa, melalui pengupayaan segala aspek pendidikan sekolah negeri dan guru negeri (PNS) saja, berarti pemerintah baru menunaikan sebagian fungsinya saja, pemerintah belum sepenuhnya menjalankan amanah konstitusi dalam mencerdaskan kehidupnan bangsa. Pemerintah masih berhutang kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Jika kita setuju bahwa guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa, bahwa guru adalah faktor utama penentu kualitas generasi penerus bangsa, dan bahwa guru memiliki posisi unik terkait masa depan bangsa, maka kesejahteraan guru mutlak harus diperhatikan, terutama kesejahteraan guru non-PNS.  Fakta yang terjadi di negara ini para guru honorer benar-benar merupakan sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang tiap bulannya hanya menerima gaji ala kadarnya yang jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) di daerah mengajarnya masing-masing.
Tertuang dalam Permendiknas no. 7 Tahun 2011 tentang Honorarium Guru Bantu bahwa guru bantu mendapatkan honorarium sebesar Rp 1.000.000 setiap bulan, Bahkan di beberapa daerah terpencil, honor guru jauh dibawah yang telah ditetapkan pemerintah. Berbagai peraturan tentang tunjangan guru sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. Namun peraturan ini ternyata tidak berlaku bagi para guru honorer.
Selama ini gaji guru honorer sudah di alokasikan sebesar 20% dari dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) pertahun. Milyaran rupiah digelontorkan oleh pemerintah pusat ke berbagai sekolah di seluruh Indonesia, namun kenapa masih ada guru honorer yang mendapatkan gaji di bawah standar ? Lalu, kemana perginya dana BOS milyaran rupiah tersebut ? Dengan pekerjaan yang sama dengan guru PNS, adilkah mereka digaji di bawah UMP ? 
Di Sidoarjo Jawa Timur, salah seorang guru Madrasah Ibtidaiyah yang mengungkapkan ke Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) bahwa dirinya perbulan hanya mendapatkan gaji Rp. 150.000,- padahal UMK untuk Kab. Sidoarjo berdasarkan Peraturan Gubernur No. 72/2012 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di jawa Timur Tahun 2013 sebesar Rp. 1.720.000. 
Pengungkapan seorang guru di atas, bisa jadi mewakili buramnya nasib guru honorer yang mungkin ratusan atau ribuan yang mengalami nasib yang sama. Atas hal tersebut YLBHI menilai bahwa karena beban dan tanggung jawab yang sama antara guru honorer dengan guru PNS, maka kewajiban pemerintah untuk segera memikirkan kesejahteraan dan nasib para guru honorer. Tentunya pemerintah pusat maupun provinsi harus melakukan terobosan kebijakan, sehingga tidak ada lagi kesenjangan kesejahteraan terhadap para guru honorer. 
Guru honorer harus melewati masa bertahun-tahun untuk mendapatkan kesejahteraan yang sama dengan para guru Pegawai Negeri yakni melalui proses terlebih dahulu dengan mendapatkan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), baik yang berada di bawah binaan kemendikbud maupun kemenag. Guru honorer yang sudah mempunyai NUPTK juga belum menjamin kesejahteraannya, karena terlebih dahulu harus mendapatkan sertifikasi agar bisa disejajarkan dengan guru pegawai negeri. Padahal untuk mendapatkan NUPTK salah satu prasyaratnya sudah menjadi pengajar selama 2 tahun, belum lagi proses untuk mendapatkan sertifikasi.
Artinya, selama seorang guru belum mendapatkan NUPTK dan sertifikasi, maka guru honorer tersebut hanya mendapatkan gaji ala kadarnya, bahkan tidak layak disebut gaji. Begitu panjang dan berat perjalanan seorang guru dengan beban besar di pundak mereka untuk mendapatkan kesejahteraan. Padahal, kesejahteraan adalah hak setiap manusia dan pekerjaan wajib bagi pemerintah.
Presiden Joko Widodo dalam kampanyenya, berjanji untuk menyelesaikan masalah guru honorer serta prasarana pendidikan lain dalam tiga tahun. Jokowi bahkan berjanji bakal berkoordinasi dengan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi dan kepala daerah setempat untuk mengangkat guru honorer menjadi pegawai negeri sipil.
PGRI mengusulkan agar ada format penyelesaian guru honorer terutama dua hal. Yang pertama, aspek kepegawaian dan yang kedua, kesejahteraan. PGRI berharap pemerintahan di bawah kepemimpinan Jokowi ada sejarah baru, bisa mengatur penghasilan minimal untuk guru termasuk guru non-PNS.

 Referensi



Arifien Wawan. (2012). Guru Juga Manusia. Bandung: Mitra Edukasi.


http://formatnews.com/v1/view.php?newsid=50907


http://www.kompasiana.com/darwonogurukita/pemerataan-kesejahteraan-guru_5599d1ef9493730a0ea54383

http://hamizann.blogspot.co.id/2015/04/janji-jokowi-untuk-meningkatkan.htm