Minggu, 29 Mei 2016

Memanusiakan Guru Honorer



Pekerjaan dalam arti luas adalah aktivitas utama yang dilakukan oleh manusia. Dalam arti sempit, istilah pekerjaan digunakan untuk suatu tugas atau kerja yang menghasilkan uang bagi seseorang. Dalam pembicaraan sehari-hari istilah ini sering dianggap sinonim dengan profesi. (Notoatmodjo, 2012).
Ada begitu banyak jenis pekerjaan di dunia. Petani, Pegadang, Wirausaha, Pegawai kantor swasta dan Pegawai Pemerintah. Pemerintah pun memiliki banyak pegawai (PNS) di berbagai instansi, salah satunya adalah guru, baik guru PNS maupun guru honorer.
Guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa dan faktor utama penentu kualitas penerus bangsa. Amanah mencerdaskan kehidupan bangsa jelas secara eksplisit tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Rentetan kalimat pada alenia ke 4 pembukaan UUD 1945 itu menegaskan bahwa "mencerdaskan kehidupan bangsa" adalah fungsi dari dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia, artinya jika pemerintah tidak mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, atau hanya melakukan sebagaian upaya mencerdaskan bangsa, melalui pengupayaan segala aspek pendidikan sekolah negeri dan guru negeri (PNS) saja, berarti pemerintah baru menunaikan sebagian fungsinya saja, pemerintah belum sepenuhnya menjalankan amanah konstitusi dalam mencerdaskan kehidupnan bangsa. Pemerintah masih berhutang kemerdekaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa.
Perjanjian kerja dalam bahasa Belanda adalah Arbeidsoverenkoms, mempunyai beberapa pengertian. Iman Soepomo (53 : 1983) berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah dari pihak kedua yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri untuk memperkerjakan buruh dengan membayar upah. Salah satu unsur dalam perjanjian kerja adanya unsur pemberian upah yang sesuai kepada pekerja. Upah merupakan peranan penting dalam hubungan kerja. Jika tidak ada unsur upah, maka suatu perjanjian tersebut bisa dikatakan bukan perjanjian kerja.
Guru Honorer adalah guru tidak tetap yang belum berstatus minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, dan digaji per jam pelajaran. Seringkali mereka digaji secara sukarela, dan bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi. Guru Honorer tidak terikat pada pemerintah, melainkan terikat perjanjian kerja pada sekolah yang memperkerjakan mereka.
Tertuang dalam Permendiknas no. 7 Tahun 2011 tentang Honorarium Guru Bantu bahwa guru bantu mendapatkan honorarium sebesar Rp 1.000.000 setiap bulan. Jika kita setuju bahwa guru memiliki posisi unik terkait masa depan bangsa, maka kesejahteraan guru mutlak harus diperhatikan, terutama kesehateraan guru non-PNS. Fakta yang terjadi di negara ini para guru honorer benar-benar merupakan sosok pahlawan tanpa tanda jasa yang tiap bulannya hanya menerima gaji ala kadarnya yang jauh dari Upah Minimum Provinsi (UMP) atau Upah Minimum Kabupaten (UMK) di daerah mengajarnya masing-masing.
Seperti di Sidoarjo Jawa Timur, bahwa salah seorang guru Madrasah Ibtidaiyah yang mengungkapkan ke Yayasan LBH Indonesia (YLBHI) bahwa dirinya perbulan hanya mendapatkan gaji Rp. 150.000,- padahal UMK untuk Kab. Sidoarjo berdasarkan Peraturan Gubernur No. 72/2012 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di jawa Timur Tahun 2013 sebesar Rp. 1.720.000.
Padahal, salah satu tujuan diadakannya Perjanjian Kerja adalah agar terciptanya jaminan kepastian pemenuhan kewajiban timbal balik antar pihak yang telah mereka setujui. Namun hal ini sepertinya tidak berlaku bagi guru honorer. Berbagai peraturan tentang tunjangan guru sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 74 Tahun 2008 tentang Guru. Tapi pada kenyataannya guru honorer hanya menerima upah sukarela tanpa tunjangan apapun dengan beban tugas setara guru PNS.
Permasalahan ini merupakan kewajiban pemerintah untuk segera memikirkan kesejahteraan dan nasib para guru honorer. Tentunya pemerintah pusat maupun provinsi harus melakukan terobosan kebijakan, sehingga tidak ada lagi kesenjangan kesejahteraan terhadap para guru honorer.

Referensi



Arifien Wawan. (2012). Guru Juga Manusia. Bandung: Mitra Edukasi


https://dwisetiati.wordpress.com/2012/06/05/tujuan-diadakannya-perjanjian-kerja-dan-perjanjian-perburuhan/