Selasa, 19 Juni 2012

Demokrasi


  Secara etimologi demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu Demokratia, Demos artinya rakyat dan Kratia adalah pemerintahan. Atau sistem pemerintahan yang mengakui hak segenap anggota masyarakat untuk mempengaruhi keputusan politik baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sedangkan secata terminologis menurut Josefh A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik dimana para individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan dengan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat.
            Demokrasi sebagai dasar hidup bernegara mengandung pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut menentukan kehidupan rakyat. Dari sudut organisasi demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiriatau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat.
            Dari berbagai sudut tinjauan, di mata banyak para pengamat, proses demokratisasi di negeri kita merupakan keharusan yang hapir tak terelakkan. Sejak persiapan kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, para bapak pendiri bangsa telah menggunakan istilah demokrasi untuk mensiasati sistem politik Indonesia.
            Para peyelenggara negara pada periode awal kemerdekaan mempunyai komitmen yang sangat besar dalam mewujudkan demokrasi di Indonesia. Mereka percaya bahwa demokrasi bukan merupakan sesuatu yang hanya terbatas pada komitmen, tetapi juga sesuatu yang harus diwujudkan.
            Periode kedua, masa pemerintahan demokrasi parlementer yang berkisar dari tahun 1950 sampai 1959 merupakan masa kejayaan demokrasi di Indonesia karena hampir semua elemen demokrasi dapat ditemukan perwujudannya dalam politik di Indonesia. Pada periode ini kedudukan parlemen sangat kuat dan pada gilirannya menguatkan pula kedudukan partai politik.

Pancasila Sebagai Ideologi Terbuka


Pancasila adalah ideologi dasar bagi negara Indonesia. Nama ini terdiri dari dua kata dari Sanskerta: pañca berarti lima dan śīla berarti prinsip atau asas. Pancasila merupakan rumusan dan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia.
Lima sendi utama penyusun Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan tercantum pada paragraf ke-4 Preambule (Pembukaan) Undang-undang Dasar 1945.
Meskipun terjadi perubahan kandungan dan urutan lima sila Pancasila yang berlangsung dalam beberapa tahap selama masa perumusan Pancasila pada tahun 1945, tanggal 1 Juni diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.
Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar Falsafah Negara (Philosofische Gronslag) dari Negara, ideologi Negara atau (Staatsidee). Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan Negara atau dengan kata lain perkataan. Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara.
                Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia merupakan ideologi yang terbuka. Artinya pancasila memiliki nila-nilai yang bersifat tetap dan tidak dapat berubah, namun dalam praktek sehari-hari pancasila dapat mengikuti perkembangan zaman tanpa harus mengubah kandungannya.

Senin, 18 Juni 2012

Ketidakstabilan Politik Indonesia


Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik.
            Perkembangan politik merupakan aspek dan keonsekuensi politik perubahan menyeluruh, yaitu modernisasi. Artinya adalah kata kunci perkembangan politik terjadinya semua modernisasi dari sistem yang kurang bagus menjadi lebih baik.
Standar perkembangan politik di tandai dengan beberapa tujuan sistem politik, misalnya berhubungan dengan demokrasi, stabilitas politik, integrasi bangsa, legitimasi dan persamaan. Suatu gerakan perkembangan menuju sistem politik yang moderen yang mengalami proses industrilisasi.
Perkembangan politik Indonesia menjadi tidak sehat belakangan ini. Masalah hukum itu dapat dijadikan bargaining politik bagi siapapun pelaku politik negeri ini. Masalah itu dapat digunakan untuk kepentingan pribadi dan kelompok dalam menekan pemerintah atau pihak lain. Budaya yang tidak sehat inilah yang membuat pertentangan politik di Indonesia semakin tidak berkualitas. Hal inilah yang membuat kontrapoduktif dalam bangsa ini.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan ketidakstabilan politik Indonesia. Berikut saya jabarkan beberapa di antaranya :

1.     Partisipasi Politik yang menyimpang.

Partisipasi politik merupakan usaha terorganisir dari warga negara untuk memilih pemimpin mereka serta untuk mempengaruhi kebijakan – kebijakan yang menyangkut hajat hidup orang banyak.
Partisipasi Politik di Indonesia diwujudkan melalui Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden & Wakil Presiden, Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg), & Pemilihan Kepala Daerah. Rakyat Indonesia juga bisa berpartisipasi untuk dipilih dan mewakili aspirasi politik rakyat lainnya melalui keikutsertaan dalam Partai Politik.
            Beberapa peneliti LIPI pernah mengadakan penelitian mengenai interaksi partai politik dengan masyarakat pasca Pemilu 2004. Hasilnya cukup mengagetkan. Interaksi antara masyarakat dan partai politik hampir sebagian besar hanya terjadi menjelang dan selama masa pemilihan umum. Parpol tiba-tiba menghilang ketika pesta demokrasi usai dan para wakil rakyat terpilih duduk di lembaga legislatif. Usainya pemilu dan terpilihnya para anggota lembaga legislatif sekaligus menandai berakhirnya dinamika dan kehidupan parpol. Terpilihnya mereka membuat aktivitas di parpol semakin surut. Kegiatan parpol berpindah ke lembaga legislatif. Padahal justru interaksi parpol dengan masyarakat merupakan faktor penting dalam membangun pemerintahan lokal yang aspiratif dan berpihak pada kepentingan umum. 
            Kenyataan itu menumbuhkan sikap tak percaya dari masyarakat, meningkatnya Golongan Putih (Goput), dan menimbulkan ketidakstabilan politik.
            Angka golput yang mencapai diatas 30% semakin memberi indikasi kuat terjadinya penurunan partisipasi politik rakyat pada pilkada. Tentu ini sangat mamalukan. Kenyataan ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia tidak percaya pada pemimpin bangsa. Bagaimana bangsa ini bisa maju jika masyrakatnya tidak percaya pada pemimpinnya sendiri. Mereka merasa sudah dikhianati dan dicederai kepercayaaannya oleh para elit politik dan wakil-wakil mereka di legislatif.
            Lebih jauh lagi, apabila kita membandingkan antara perilaku para elit politik, baik di legislatif maupun di eksekutif, dengan kondisi dan kemelaratan yang dialami oleh rakyat kecil belakangan ini, akan nampak pemandangan yang paradoks. Di satu sisi, para elit politik bergelimang dengan kekayaan dan kemewahan, mengantre untuk mendapat kenaikan gaji dan tunjangan lainnya. Sementara rakyat kecil harus bertahan hidup walau dengan terpaksa harus makan nasi aking, daging daur ulang yang ditemukan di tempat-tempat sampah, makanan sisa-sisa yang dibuang dari restoran-restoran atau hotel-hotel, mengantri minyak tanah sampai berpuluh-puluh meter, dan sebagainya. Padahal bangsa Indonesia katanya memiliki semua persyaratan untuk berhasil : demokrasi yang stabil, kekayaan alam yang melimpah, serta pasar yang besar. Akan tetapi, sayangnya Indonesia masih terpuruk seperti sekarang ini.

Rabu, 13 Juni 2012

Ketidakadilan Hukum di Indonesia


Hukum adalah sistem yang terpenting dalam pelaksanaan atas rangkaian kekuasaan kelembagaan. Hukum di Indonesia merupakan campuran dari sistem hukum-hukum Eropa, hukum Agama dan hukum Adat. Sebagian besar sistem yang dianut, baik perdata maupun pidana, berbasis pada hukum Eropa kontinental, khususnya dari Belanda karena aspek sejarah masa lalu Indonesia yang merupakan wilayah jajahan dengan sebutan Hindia Belanda.
Beberapa tahun belakangan ini, hukum Indonesia semakin parah saja. Hukum seakan-akan bukan lagi dasar bagi bangsa Indonesia, rakyat Indonesia seolah tak lagi takut pada hukum yang berlaku di negara ini.
Kebanyakan orang akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat di “beli”, yang menang mereka yang mempunyai kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walaupun aturan negara dilanggar. Ada pengakuan informal di masyarakat bahwa karena hukum dapat di beli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakan hukum secara menyeluruh dan adil. Praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum, seperti mafia hukum dan peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Peradilan yang diskriminatif menjadikan hukum di negeri ini persis seperti yang dideskripsikan Plato bahwa hukum adalah jaring laba – laba yang hanya mampu menjerat yang lemah tetapi akan robek jika menjerat yang kaya dan kuat.
Menurunnya kualitas sebagai negara hukum di Indonesia tidak lepas dari lemahnya etika para profesional hukum. Menggejalanya perbuatan profesional yang mengabaikan kode etik profesi karena beberapa alasan yang paling mendasar, baik sebagai individu anggota masyarakat maupun karena hubungan kerja dalam organisasi profesi, di samping sifat manusia yang konsumeristis dan nilai imbalan jasa yang tidak sebanding dengan jasa yang diberikan.
Seperti yang disampaikan oleh Kepala Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Negeri Medan (Pusham Unimed), Majda El Muhtaj bahwa hukum bisa dibeli dan dijadikan tawar-menawar politik. Naif sekali. Indonesia benar-benar berduka dengan matinya hukum dan keadilan. Korupsi politik adalah fakta keindonesiaan kita hari ini

Ketatanegaraan Indonesia Sebelum & Sesudah Amandemen UUD 1945


Negara adalah suatu organisasi yang meliputi wilayah, sejumlah rakyat, dan mempunyai kekuasaan berdaulat. Setiap negara memiliki sistem politik (political system) yaitu pola mekanisme atau pelaksanaan kekuasaan. Sedang kekuasaan adalah hak dan kewenangan serta tanggung jawab untuk mengelola tugas tertentu. Pengelolaan suatu negara inilah yang disebut dengan sistem ketatanegaraan.
Sistem ketatanegaraan dipelajari di dalam ilmu politik. Menurut Miriam Budiardjo (1972), politik adalah bermacam-macam kegiatan dalam suatu negara yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari negara itu dan melaksanakan tujuan-tujuan tersebut. Untuk itu, di suatu negara  terdapat kebijakan-kebijakan umum (public polocies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian atau alokasi kekuasaan dan sumber-sumber yang ada.
Di Indonesia pengaturan sistem ketatanegaraan diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah. Sedangkan kewenangan kekuasaan berada di tingkat nasional sampai kelompok masyarakat terendah yang meliputi MPR, DPR, Presiden dan Wakil Presiden, Menteri, MA, MK, BPK, DPA, Gubernur, Bupati/ Walikota, sampai tingkat RT.
Lembaga-lembaga yang berkuasa ini berfungsi sebagai perwakilan dari suara dan tangan rakyat, sebab Indonesia menganut sistem demokrasi. Dalam sistem demokrasi, pemilik kekuasaan tertinggi dalam negara adalah rakyat. Kekuasaan bahkan diidealkan penyelenggaraannya bersama-sama dengan rakyat.
Pada kurun waktu tahun 1999-2002, Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali perubahan (amandemen). Perubahan (amandemen) Undang-Undang Dasar 1945 ini, telah membawa implikasi terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Dengan berubahnya sistem ketatanegaraan Indonesia, maka berubah pula susunan lembaga-lembaga negara yang ada.
Berikut ini akan dijelaskan sistem ketatanegaraan Indonesia sebelum dan sesudah Amandemen UUD 1945.


·        Sebelum Amandenen UUD 1945

Sebelum diamandemen, UUD 1945 mengatur kedudukan lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara, serta hubungan antar lembaga-lembaga tersebut.  Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi, kemudian kedaulatan rakyat diberikan seluruhnya kepada MPR (Lembaga Tertinggi). MPR mendistribusikan kekuasaannya (distribution of power) kepada 5 Lembaga Tinggi yang sejajar kedudukannya, yaitu Mahkamah Agung (MA), Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).